HIV/AIDS

on Senin, 26 Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kami mengankat masalah AIDS dalam Makalahini kami ingin mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah AIDS tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV, sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia baik sekarang maupun waktu yang datang.
Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar, tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS. Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi mental, orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah besar dari kehidupan kita semua.
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman, pemakaian narkoba injeksi dengan jumlah bergantian bersama pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak steril serta alat untuk menoreh kulit. Penularan HIV ke bayi dan anak bis dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak).
Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar, sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa perlu memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu kami membahasnya dalam makalah ini.
B. Tujuan
1. Mahasiswa Dapat Mengetahui Defenisi HIV/AIDS
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Penyebab HIV/AIDS
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Patofisiologis HIV/AIDS
4. Mahasiswa Dapat Mengetahui Faktor Predisposisis HIV/AIDS
5. Mahasiswa Dapat Mengetahui Tanda Dan Gejala HIV/AIDS
6. Mahasiswa Dapat Mengetahui Gambaran Klinik HIV/AIDS
7. Mahasiswa Dapat Mengetahui Penilaian Klinik HIV/AIDS
8. Mahasiswa Dapat Mengetahui Efek Pada Kehamilan HIV/AIDS
9. Mahasiswa Dapat Mengetahui Efek Pada Persalinan HIV/AIDS
10. Mahasiswa Dapat Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS
11. Mahasiswa Dapat Mengetahui Penanganan Umum HIV/AIDS
12. Mahasiswa Dapat Mengetahui Penanganan Pada Kehamilan HIV/AIDS
13. Mahasiswa Dapat Mengetahui Penanganan Pada Persalinan HIV/AIDS






















BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Human immunodefficiency virus (HIV) adalah virus yang menyerang ke kebalan tubuh manusia. Acquired immunodefficiency syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Sebesar 89% penderita HIV berkembang menjadi AIDS
HIV merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’ dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.

B. Etiologi
Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi,tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan di antaranya adalah bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistemkekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibody yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya.Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper
juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya.
Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor, dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya,penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel T-helper, kita jugaperlu tahu bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini mengubah struktur sel yang diserangnya. Virus ini menyerang dengan cara menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang menularinya.
Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil virus HIV yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari sel-sel T-helper yang lain. Proses ini akan terjadi berulang-ulang. Virus yang bekerja seperti ini disebut retrovirus. HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus ini juga merusak otak dan sistem saraf pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan,peneliti lain telah berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairan Cerebrospinal dari orang yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS.
Penemuan ini benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS ataupenyakit yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak. Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa mereka yang telah terinfeksi virusHIV pada akhirnya mungkin menderita kerusakan otak dan sistem saraf pusat.Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV yang menyerang sel-sel Limfosit(sel T helper) yang berfungsi melindungi tubuh terhadap terjadinya infeksi sehingga dayatahan tubuh penderita berkurang dan mudah terinfeksi oleh berbagai penyakit.

C. Patofisiologi
Patofisiologi AIDS adalah kompleks, seperti halnya dengan semua sindrom. Pada akhirnya, HIV menyebabkan AIDS dengan berkurangnya CD4 + limfosit T pembantu. Hal ini melemahkan sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan infeksi oportunistik. Limfosit T sangat penting untuk respon kekebalan tubuh dan tanpa mereka, tubuh tidak dapat melawan infeksi atau membunuh sel kanker. Mekanisme penurunan CD4 T + berbeda di fase akut dan kronis.
Selama fase akut, HIV-diinduksi lisis sel dan membunuh sel yang terinfeksi oleh sel sitotoksik akun T untuk CD4 + T deplesi sel, walaupun apoptosis juga dapat menjadi faktor. Selama fase kronis, konsekuensi dari aktivasi kekebalan umum ditambah dengan hilangnya bertahap kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan sel baru T muncul untuk menjelaskan penurunan lamban dalam jumlah CD4 + T sel.
Meskipun gejala defisiensi imun karakteristik AIDS tidak muncul selama bertahun-tahun setelah seseorang terinfeksi, sebagian besar CD4 + T hilangnya sel terjadi selama minggu pertama infeksi, terutama di mukosa usus, pelabuhan yang mayoritas limfosit ditemukan dalam tubuh. Alasan hilangnya preferensial CD4 + T sel mukosa adalah bahwa mayoritas CD4 + T sel mukosa mengungkapkan coreceptor CCR5, sedangkan sebagian kecil CD4 + sel T dalam aliran darah melakukannya.
HIV mencari dan menghancurkan CD4 + sel CCR5 mengekspresikan selama infeksi akut. Sebuah respon imun yang kuat akhirnya kontrol infeksi dan inisiat fase laten klinis. Namun, CD4 + T sel dalam jaringan mukosa tetap habis seluruh infeksi, meskipun cukup tetap awalnya menangkal infeksi yang mengancam jiwa.
Replikasi HIV terus-menerus menghasilkan keadaan aktivasi kekebalan umum bertahan selama fase kronis. Aktivasi kekebalan tubuh, yang tercermin oleh negara aktivasi peningkatan sel kekebalan dan pelepasan sitokin pro inflamasi, hasil dari aktivitas beberapa produk gen HIV dan respon kebal terhadap replikasi HIV terus-menerus. Penyebab lainnya adalah kerusakan pada sistem surveilans kekebalan penghalang mukosa yang disebabkan oleh penipisan mukosa CD4 + sel T selama fase akut dari penyakit.
Hal ini mengakibatkan pemaparan sistemik dari sistem kekebalan tubuh untuk komponen mikroba flora normal usus, yang pada orang sehat adalah disimpan di cek oleh sistem imun mukosa. Aktivasi dan proliferasi sel T yang hasil dari aktivasi kekebalan memberikan target segar untuk infeksi HIV. Namun, pembunuhan langsung dengan HIV saja tidak dapat menjelaskan menipisnya diamati CD4 + sel T karena hanya 0,01-0,10% dari CD4 + T sel dalam darah yang terinfeksi.
Penyebab utama hilangnya CD4 T + muncul hasil dari kerentanan mereka untuk apoptosis meningkat ketika sistem kekebalan tubuh tetap diaktifkan. Meskipun baru sel T terus diproduksi oleh timus untuk menggantikan yang hilang, kapasitas regeneratif timus secara perlahan dihancurkan oleh infeksi langsung thymocytes dengan HIV. Akhirnya, jumlah minimal CD4 + sel T yang diperlukan untuk menjaga respon imun yang cukup hilang, yang mengarah ke AIDS





D. Faktor Predisposisi
Risiko AIDS meningkat dengan cara:
1. Bertambahnya pasangan seksual
2. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril (penularan virus masuk melalui pembuluh darah)
3. Berhubungan seksual melalui lubang dubur (anal)
4. Perilaku seksual apapun (melalui mulut, dubur atau vagina) tanpa kondom
5. Minum alkohol atau obat-obatan (konsumsi alkohol atau obat-obatan lainnya menyebabkan kita terdorong untuk melakukan seks tanpa menggunakan kondom)
6. Tattoo tubuh atau body piercing dengan jarum atau alat yang tidak steril atau terkontaminasi

E. Tanda dan Gejala
Gejala HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1. Mayor
a. BB turun 10% dalam satu bulan.
b. Diare kronik lebih dari 1 bulan.
c. Demam lebih dari satu bulan.
d. Kesadarn turun dan gangguan neurologi.
e. Ensefalopati HIV: gangguan kognitif, motorik, dan tingkah laku.
2. Minor
a. Batuk menetap lebih dari satu bulan
b. Dermatitis generalisata gatal.
c. Herpes zooster yang berulang.
d. Kandidiasis orofaring.
e. Herpes simplek kronik progresif.
f. Limpadenopati generalisata.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
.
Semua itu adalah gejala-gejala yang dapat kita lihat pada penderita AIDS, yang lama-kelamaan akan berakhir dengan kematian Infeksi HIV menyebabkan penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.
Gejala-gejala utama AIDS.Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai10 tahun hingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bias terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama tersebut belum tentudapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah.
Hal ini disebabkan kaena tubuh kitamembutuhkan waktu sekitar 3 - 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walaupun belum bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilakuyang disebutkan di atas tadi. Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi olehbakteri, virus, fungi danparasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh.
Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

F. Gambaran Klinik
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat. Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV. Dibagi sebagai berikut:
1. Tanpa gejala sama sekali.
Tingkat I


2. LGP (Limfadenopati Generalisata Persisten)
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.
a. Tingkat klinis II (dini)
1) Penurunan berat badan kurang dari 10%.
2) Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya delmatitis seboroid, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
3) Helpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4) Infeksi saluran bagian atas berulang, misalnya sinositi
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.
b. Tingkat klinis 3 (menengah)
1) Penurunan berat badan lebih dari 10 %.
2) Diare kronik lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3) Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul maupun terus menerus.
4) Kandidosis mulut.
5) Bercak putih berambut di mulut (Hairy Leukoplakia).
6) Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7) Infeksi bakterial berat, misalnya Pneumonia.
c. Tingkat klinis 4 (lanjut)
1) Badan menjadi kurus
2) Pnemonia Pneumocystis carinii.
3) Toksoplasmosis.
4) Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
5) Kriptokokosis di luar paru.
6) Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau kelenjar getah bening.
7) Infeksi virus herpes simpleks di mukokutans lebih dari 1 bulan atau di alat dalam (viseral) lamanya tidak dibatasi.
8) Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis) yang endemik, yang menyerang banyak organ tubuh (diseminata).
9) Kandidosis esofagus, trakea, bronkus / paru.
10) Mikobakteriosis atipik diseminata.
11) Septikemia salmonella non tifoid.
12) Tuberkulosis di luar paru.
13) Limfoma.
14) Sarkoma kaposi.
15) Ensefalopati HIV, sesuai dengan kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali HIV.

G. Penilaian Klinik
1. Sebelum memulai terapi, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Penggalian riwayat penyakit secara lengkap
b. Pemeriksaan fisik lengkap
c. Pemeriksaan laboratorium rutin
d. Hitung limfosit total (Total Lymphocite Count/TLC) dan bila mungkin
pemeriksaan CD4.
2. Penilaian klinis yang mendukung adalah sebagai berikut:
a. Menilai stadium klinis infeksi HIV
b. Mengidentifikasi penyakit yang berhubungan erat dengan HIV di masa lalu
c. Mengidentifikasi penyakit yang terkait dengan HIV saat ini yang membutuhkan pengobatan
d. Mengidentifikasi pengobatan lain yang sedang dijalani yang dapat
mempengaruhi pemilihan terapi

H. Efek pada Kehamilan
Pada kelompok wanita usia subur, kehamilan sering terjadi. Oleh karena itu, program khusus dan perhatian di perlukan keduanya pada transmisi perinatal dan pengertian keterlibatan dari kehamilan terhadap kesehatan ibu itu sendiri. Transmisi vertikal HIV dari ibu ke anak dapat timbul intrauterin, lama persalian postpartum. Transmisi vertikal timbul mendekati 25-30% bayi yang lahir dari ibu yang tidak mendapat pengobatan antivirus selama kehamilan, sedangkan waktu terjadinya infeksi vertikal dari HIV belum dapat di tentukan dengan baik.

I. Efek pada Persalinan
Transmisi intrauterin telah di tunjuka secara langsung dengan deteksi virus pada jaringan abortus fetal. Kebanyakan episode dari infeksi kongenital HIV timbul selama periode intra partum, mungkin berhubungan dengan terpaparnya bayi terhadap darah ibu yang terinfeksi dan sekret servik atau vagina, sebagaimana mikrotransfusi darah ibu – anak muncul selama kontraksi uterus. Transmisi intrapartum virus mendukung pernyataan bahwa 50-70% anak terinfeksi memiliki tes virologi negatif pada saat lahir, dan menjadi positif pada saat usia 3 bulan. Ditunjukkan bahwa anak yang lahir pertama dari kembar dua berada pada resiko lebih tinggi mengalami infeksi di banding dengan lahir yang ke dua, mungkin karena lebih lamanya paparan terhadap sekresi mukosa servikovaginal. Peningkatan resiko transmisi telah digambarkan selama persalinan yang memanjang, pecah ketuban yang lama, perdarahan plasenta, dan adanya cairan amnion yang mengandung darah.

J. Pencegahan
Bagi yang belum terinfeksi Sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau mengobati HIV AIDS. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk melakukan pencegahan HIV terhadap diri sendiri dan oranglain. Oleh karena itu, pemahaman terhadap proses penularan merupakan kunci dari pencegahannya.
1. Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika belum terinfeksi HIV AIDS:
a. Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain
Memahami HIV AIDS dan bagaimanavirus ini ditularkan merupakan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan
b. Ketahui status HIV AIDS pasangan seks
Berhubungan seks dengan sembarang orang menjadikan pelaku seks bebas ini sangat beresiko terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui status HIV AIDS pasangan seks sangatlah penting.
c. Gunakan jarum suntik yang baru dan steril
Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki status HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU
( injection drug user).
d. Gunakan Kondom Berkualitas
Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaankondom saat berhubungan seks, cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui seks.
e. Lakukan sirkumsisi / khitan
Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutesof Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53 %lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi
f. Lakukan tes HIV secara berkala
Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali
K. Penanganan Umum
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.

L. Penangan pada Kehamilan
1. Wanita hamil mendapatkan pelayanan seperti prosedur ANC
2. Wanita hamil mendapatkan informed consent tentang HIV-AIDS, dan meminta kesediaan untuk dilakukan test.
3. Apabila hasil positif ibu hamil diharskan berkunjung ke klinik VCT

4. Perlunya pemberian antiretroviral profilaksis pada ibu hamil sesuai dengan tahap pemberian antiretroviral.
a. ODHA dengan indikasi ART & kemungkinan hamil
Zidovudine (4 dosis Tambahan) + 3TC + Nevirapine
(hindari EFV)
b. ODHA sedang menggunakan ART & kemudian hamil
1) Regimen untuk ibu Regimen untuk bayi
a) Lanjutkan regimen (ganti dengan Nevirapine atau PI jika sedang menggunakan EFV pd trimester I)
b) Lanjutkan dgn ARV yg sama selama & sesudah persalinan - Zidovudine 1 minggu + Nevirapine dosis tunggal dlm 72 jam pertama; atau
c) Zidovudine 1 minggu; atau
d) Nevirapine dosis tunggal dlm 72 jam pertama
c. ODHA hamil dengan indikasi ART
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
1) Zidovudine (4 dosis Tambahan) + 3TC + Nevirapine
2) Hindari EFV pada trimester pertama
3) Jika mungkin hindari ARV sesudah trimester pertama - Zidovudine 1 minggu + Nevirapine dosis tunggal dalam 72 jam pertama; atau
4) Zidovudine 1 minggu; atau
5) Nevirapine dosis tunggal dlm 72 jam pertama
d. Odha hamil dan belum ada indikasi ART
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
1) Zidovudine mulai 28 minggu + NVP dosis tunggal pada awal persalinan
2) Zidovudine 1 minggu + Nevirapine dosis tunggal dalam 72 jam pertama
Alternatif Alternatif
a) Hanya Zidovudine mulai 28 minggu atau 1 minggu
b) Zidovudine + 3TC mulai 36 minggu, selama persalinan, 1 minggu sesudah persalinan berikan Zidovudine
c) Nevirapine dosis tunggal pada awal persalinan
d) Nevirapine dosis tunggal dalam 72 jam pertama

e. Odha hamil dengan indikasi ART tetapi belum menggunakan antiretroviral
Rejimen untuk ibu Rejimen untuk bayi
1) Zidovudine mulai 28 minggu + N dosis tunggal pada awal persalinan
2) Zidovudine 1 minggu + Nevirapine dosis tunggal dalam 72 jam pertama
Alternatif Alternatif
a) Hanya Zidovudine mulai 28 minggu atau zidovudine 1 minggu
b) Zidovudine + 3TC mulai 36 minggu, selama persalinan, 1 minggu sesudah persalinan
c) Nevirapine dosis tunggal pada awal persalinan c. NVP dosis tunggal dalam 72 jam pertama
f. Odha hamil dengan TB aktif
Obat yang sesuai tetap diberikan
Rejimen untuk ibu
1) Bila akan menggunakan ART: Zidovudine (4 dosis Tambahan) + 3TC + SQV/r
2) Bila pengobatan mulai trimester III: Zidovudine (4 dosis Tambahan) + 3TC + EFV
3) Bila belum akan menggunakan ARV: Tahap 4
M. Penanganan pada Persalinan
Penularan HIV dari seorang ibu yang terinfeksi dapat terjadi selama masa kehamilan, selama proses persalinan atau setelah kelahiran melalui ASI. Tanpa adanya intervensi apapun, sekitar 15% sampai 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan infeksi selama masa kehamilan dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu meningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%. Risiko ini tergantung pada faktor- faktor klinis dan bisa saja bervariasi tergantung dari pola dan lamanya masa menyusui.
Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut:
1. Pengobatan: Jelas bahwa pengobatan preventatif antiretroviral jangka pendek merupakan metode yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV khususnya didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelah kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan kepada sang bayi selama enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi separuhnya. Secara umum, efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar pada HIV melalui pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di bawah pengawasan medis.
2. Operasi Caesar: Operasi caesar merupakan prosedur pembedahan di mana bayi dilahirkan melalui sayatan pada dinding perut dan uterus ibunya. Dari jumlah bayi yang terinfeksi melalui penularan ibu ke anak, diyakini bahwa sekitar dua pertiga terinfeksi selama masa kehamilan dan sekitar saat persalinan. Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukkan kemungkinan terjadinya penurunan risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga faktor risiko yang dihadapi sang ibu.
3. Menghindari pemberian ASI: Risiko penularan dari ibu ke anak meningkat tatkala anak disusui. Walaupun ASI dianggap sebagai nutrisi yang terbaik bagi anak, bagi ibu penyandang HIV-positif, sangat dianjurkan untuk mengganti ASI dengan susu formula guna mengurangi risiko penularan terhadap anak. Namun demikian, ini hanya dianjurkan bila susu formula tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, bila formula bayi itu dapat dibuat dalam kondisi yang higienis, dan bila biaya formula bayi itu terjangkau oleh keluarga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV/AIDS adalah penyakit yang sampai sekarang ini belum ada obatnya dan mematikan, selain karena mengganggu kesehatan fisik, HIV/AIDS juga mengganggu stabilitas psikis dan kehidupan sosial penderita, sehingga perlu dilakukan penanganan yang komprehensif.
Peran pemerintah sangat besar terhadap penanganan HIV/AIDS sebab pemerintah adalah pemegang kendali terhadap stabilitas dalam kelompok masyarakat, selain itu pemerintah memiliki kekuatan melalui Kebijakan yang dibuat sebagai upaya pencapaian tatanan sosial yang sehat dan dinamis.
Melalui kebijakan yang telah di buat, pemerintah kota Makassar telah melakukan berbagai upaya promosi dan pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi terhadap penderita HIV/AIDS. Semoga melalui upaya yang telah direncanakan dan yang telah dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan bisa menekan penularan HIV/AIDS serta menurunkan angka penderita HIV/AIDS di Indonesia, khususnya di Makassar.
B. Saran
1. Melalui hak yang dimiliki oleh pemerintah untuk membuat kebijakan, agar sekiranya dapat menyentuh kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga dalam penerapan kebijakan yang di buat oleh pemerintah mudah dilaksanakan dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.
2. Pemerintah bersama jajarannya selalu sigap dalam menangani masalah HIV/AIDS sehingga penularannya dapat di cegah sehingga tidak banyak jatuh korban yang berujung kepada kematian.
3. Pemerintah bisa menjadi tauladan bagi masyarakat sehingga perilaku yang berisiko HIV/AIDS dapat dicegah. Selain itu agar kiranya pemerintah selalu memperhatikan alokasi dana dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap penderita HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Feriyanto,Fadlun Achmad.2011.Asuhan Kebidanan Patologis.Jakarta:Salemba Medika
Manuba,Ida Bagus Gde.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obsteri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC
Prawirohardjo,Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Bina Pustaka
http://ichsanx.blogspot.com/2011/05/makalah-hiv-aids.html, 17- Maret - 2012
http://ekaakbidbup.blogspot.com/2009/10/penyakit-imunologi-aids-dan-hiv.html, 17- Maret - 2012
http://www.scribd.com/doc/51505153/makalah-HIV-aids, 17- Maret - 2012
http://www.masbied.com/2010/02/20/makalah-aids/, 17- Maret - 2012

0 komentar:

Posting Komentar